Market

Adu Ayam Indonesia Vs Malaysia Masuk Singapura

Malaysia telah membatasi ekspor ayam ke negara tetangganya Singapura untuk mengatasi kebutuhan dalam negerinya. Sementara Singapura tak ingin pasarnya kekurangan pasokan. Indonesia pun pelan tapi pasti siap mencaplok pasar yang semula dikuasai Malaysia.

Malaysia membatasi ekspor hingga 3,6 juta ayam per 1 Juni 2022, sebagai salah satu langkah untuk mengatasi kekurangan pasokan domestik. “Prioritas pemerintah adalah rakyat kita sendiri,” kata Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob dalam sebuah pernyataan, baru-baru ini.

Kelangkaan ayam di Malaysia ini disebabkan beberapa faktor terutama kenaikan biaya pakan. Juga perubahan iklim, infeksi penyakit, kurangnya pekerja, penggunaan kandang terbuka, serta proses vaksinasi ayam yang tidak terjadwal. Hampir 80 persen peternak ayam di Malaysia menggunakan kandang unggas terbuka.

Langkah ini memang merupakan hal yang wajar sebagai respons atas penurunan produksi ayam yang mempengaruhi harga dan pasokan. Hanya saja, larangan tersebut sangat berdampak pada negara tetangganya Singapura yang selama ini menjadi salah satu pasar utama ekspor ayam Malaysia.

Singapura Pasar Menggiurkan

Singapura sangat bergantung pada bahan makanan impor. Koordinator Program Studi Indonesia dan Pusat Studi APEC di ISEAS – Yusof Ishak Institute, Siwage Dharma Negara serta Peh Ko Hsu pengamat dari Universitas Teknologi Nanyang dalam sebuah analisanya mengungkapkan kebutuhan daging unggas Singapura sangat besar.

Untuk kebutuhan daging unggasnya saja, selama ini hingga 34 persen didatangkan dari Malaysia, 49 persen berasal dari Brasil, dan 12 persen dari Amerika Serikat. “Sebagian besar ayam impor Singapura dari Malaysia diimpor hidup, berbeda dengan impor beku dari dua pemasok utama lainnya,” ungkapnya, mengutip CNA.

Kekurangan pasokan ayam dari Malaysia tersebut tentu saja membuat Singapura gusar mengingat warganya sangat membutuhkan daging unggas. Untuk mengisi kesenjangan tersebut, Singapura meningkatkan impor daging ayam dari Thailand dan Indonesia.

Bagi Indonesia, tentu saja ini menjadi peluang besar mengingat selama ini belum pernah mengekspor ayam ke Singapura. Padahal Indonesia mengalami kelebihan pasokan ayam. Dalam kondisi normal Indonesia bisa menghasilkan sekitar 280 juta hingga 300 juta ayam hidup per bulan (sekitar 75 juta ekor per minggu).

Sudah sejak lama eksportir bahan pokok Indonesia dan negara-negara tetangga berusaha untuk masuk ke pasar Singapura yang boleh dibilang surganya makanan di dunia. Kekosongan pasokan daging ayam ini jelas menjadi kesempatan yang tidak boleh dilewatkan oleh para produsen ayam di Indonesia.

Selama Ini Kalah Bersaing

Selama ini Indonesia kesulitan dan kalah bersaing dengan ayam-ayam Malaysia. Pasokan ayam hidup dari Malaysia lebih mudah dan lebih murah, mengingat dapat diangkut dengan truk lewat darat. Sementara bagi Indonesia, mengirimkannya melalui laut bahkan dari pulau-pulau terdekat di Indonesia akan menambah biaya sehingga pada akhirnya akan berpengaruh pada daya saing harga.

Namun, Singapura yang dipimpin Perdana Menteri Lee Hsien Loong tak mau rakyatnya kekurangan daging ayam. Hal ini karena kekurangan pasokan daging ayam mempengaruhi bisnis lokal dan rumah tangga secara signifikan. Mau tak mau Singapura harus menemukan solusinya. Pada 30 Juni 2022, Badan Pangan Singapura (SFA) akhirnya menyetujui impor daging ayam beku, dingin, dan olahan dari Indonesia.

Keputusan ini pun tak disia-siakan pengusaha ayam Indonesia. Saat ini, baru tiga perusahaan yang mendapat persetujuan dari SFA, yakni Charoen Pokphand Indonesia-Food Division, Ciomas Adisatwa-Plant Pemalang, dan Charoen Pokphand Indonesia (CPIN).

Charoen Pokphand Indonesia dan Ciomas Adisatwa memperoleh persetujuan ekspor daging ayam beku dan ayam potong, sedangkan CPIN mendapat izin ekspor daging ayam olahan. Menariknya, ketiga perusahaan tersebut terkait dengan raksasa agri-food, Charoen Pokphand dari Thailand dan Japfa, sebuah perusahaan agri-food yang berbasis di Singapura. Hal ini menunjukkan pentingnya investasi asing di sektor pangan dan pertanian Indonesia.

Menurut Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan (PKH) Kementerian Pertanian RI, setidaknya ada 10 perusahaan besar lagi yang akan mendapatkan izin ekspor.

Bagi Singapura, masih menurut analisa Siwage Dharma Negara serta Peh Ko Hsu, memasukkan Indonesia ke dalam daftar pemasok daging unggas akan meningkatkan ketahanan pangannya. Sedangkan bagi Indonesia, keuntungannya mungkin melampaui pasar Singapura dengan membuka peluang ekspor ke pasar Asia Tenggara lainnya, termasuk Brunei dan ironisnya, Malaysia.

Ketika pengaturan baru diluncurkan, Menteri Pertanian Indonesia Syahrul Yasin Limpo mengutip standar ketat Singapura untuk impor pangan dan menyatakan harapan bahwa pengiriman pertama ke Singapura ini ‘akan meningkatkan kepercayaan negara-negara lain terhadap produk pangan Indonesia’. Pendeknya, dorongan ekspor ini bisa membuat peternak unggas Indonesia meningkatkan standar kualitasnya.

Menurut Kementerian Pertanian RI, produksi daging ayam Indonesia sepanjang 2022 diperkirakan mencapai 5,9 juta ton sedangkan permintaan domestik diperkirakan hanya 5,3 juta ton. Ini akan memberi Indonesia surplus sekitar 50.000 ton per bulan dan mengekspor surplus ini dapat membantu menstabilkan harga domestik, yang akan menguntungkan peternak ayam.

Namun, ada tantangan bagi Indonesia, terutama bagaimana cara mengekspor ayam hidup ke Singapura melintasi lautan. Ada risiko tinggi bahwa sebagian besar dari setiap pengiriman bisa hilang (melalui kematian atau cedera ternak) ketika memindahkannya dari pusat produksi di pulau Jawa, yang merupakan 60 persen dari total produksi ayam di Indonesia, ke Singapura.

Malaysia Ketar-ketir

Rencana masuknya daging ayam dari Indonesia ke Singapura ini jelas membuat Malaysia ketar-ketir apalagi para peternaknya. Pada 1 Agustus 2022, Malaysia sebenarnya telah mengumumkan bahwa pasokan ayamnya telah stabil dan sekarang dapat mengekspor kelebihannya. Namun, tidak ada pencabutan larangan penuh yang diumumkan hingga pekan lalu.

Kementerian Pertanian dan Industri Pangan Malaysia mengklarifikasi bahwa larangan ekspor ayam masih berlaku untuk saat ini. Larangan ekspor adalah intervensi sementara sampai harga ayam dan pasokan stabil sepenuhnya.

Presiden Asosiasi Peternak Unggas Johor Lim Ka Sheng mengatakan peternak ayam di negara bagian selatan belum menerima pemberitahuan bahwa ekspor akan segera dilanjutkan. “MAFI (Kementerian Pertanian dan Industri Makanan) belum memberi tahu kami kapan dan apakah ekspor akan dilanjutkan. Saya menduga keputusan untuk mencabut larangan ekspor sepenuhnya belum dibuat, dan perlu disetujui oleh Kabinet terlebih dahulu,” kata Lim.

“Tetapi jika kementerian memberi tahu kami (bahwa larangan itu akan dicabut), kami akan bergerak cepat. Kami membutuhkan waktu sekitar 30 hingga 45 hari untuk mengembangbiakkan ayam baru,” tambahnya.

Lalu apakah Singapura serius beralih kepada peternak unggas Indonesia? Jika konsumen Singapura menemukan bahwa ayam Indonesia memiliki kualitas yang sama dan harga yang wajar dibandingkan dengan Malaysia, kemungkinan Negeri Singa itu akan terus mengimpor dari Indonesia tidak peduli apa yang dilakukan Malaysia.

Namun, Indonesia akan menghadapi persaingan ketat dengan Malaysia dan Thailand di pasar unggas.

Singapura sudah memiliki pasokan ayam beku yang cukup. Ketika Malaysia mencabut larangannya, Singapura akan terus mengandalkan Malaysia untuk ayam hidup.

Dalam jangka panjang, Indonesia hanya bisa bersaing dalam ekspor ayam jika bisa mengekspor ayam hidup ke Singapura. Diskusi yang sedang berlangsung untuk mendirikan peternakan ayam di Batam menjadi langkah pertama untuk mewujudkan keingingan Indonesia itu.

Apakah Indonesia siap untuk bersaing dengan Malaysia di sektor ini? Larangan ekspor ayam Malaysia ke Singapura telah memungkinkan Indonesia bergabung dengan pasar ekspor unggas yang kompetitif. Indonesia hanya perlu mencari solusi untuk mengangkut ayam hidup ke Singapura.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button