News

8 Tahun Jokowi Berkuasa Perekonomian Babak Belur, Bagaimana Kalau Diperpanjang

Ekonom senior yang dikenal kritis, Faisal Basri, tak bisa membayangkan bagaimana merosotnya perekonomian Indonesia apabila Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus memimpin.

Pernyataan Faisal yang cukup menohok ini, merespons adanya pihak-pihak yang ingin mempertahankan kekuasaan Jokowi yang bakal berakhir di 2024. Sejumlah elit parpol mewacanakan penundaan Pemilu 2024 dengan berbagai alasan.

Faisal meniilai kemorosotan ekonomi selama 8 tahun kepemimpinan Jokowi, tidak bisa ditutupi. “Semakin lama Pak Jokowi berkuasa, semakin tercecer ekonomi,” ungkap Faisal dalam webinar bertajuk ‘Wacana Penundaan Pemilu’, Rabu (2/3/2022).

Ia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Imdonesia terus melambat di pemerintahan mantan Wali Kota Solo itu. Sangat berbeda ketimbang pendahulunya yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Di mana, capaian rata-rata pertumbuhan ekonomi di periode pertama Jokowi, cuman 5 persen. Sedangkan periode kedua tak jauh-jauh dari 4 persen. “Pertumbuhan ekonomi kian melambat, 8 persen, 7 persen, era SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) 6 persen, era Jokowi pertama 5 persen, era Jokowi kedua 4 persen paling tinggi, 3,5 persen sih, tapi saya kasih ekstra lah 4 persen itu,” ungkap Faisal.

Kontetnya pergerakan ekonomi di era Jokowi, kata Faisal, lantaran belum terbukti mampu mewujudkan reformasi di berbagai bidang. “Kenapa? Karena ekonomi tidak mengalami transformasi. Ibarat menanam pohon, pohon yang ditanam tidak bibit unggul, tidak disiram, tidak dipupuk, sehingga hasilnya menuai pajak yang semakin lama semakin turun,” jelas Faisal.

Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, rasio pajak (tax ratio) RI terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 10,37 persen pada 2016, lalu merosot ke level 9,89 persen pada 2017.  Kemudian, rasio pajak naik tipis ke 10,24 persen pada 2018. Namun, rasio pajak kembali turun ke 9,76 persen pada 2019. Penurunan rasio pajak berlanjut pada 2020 menjadi 8,33 persen. Sementara, rasio pajak berhasil naik menjadi 9,11 persen pada 2021.

Mantan Ketua Tim Satgas Mafia Migas ini, menilai, utang di era Jokowi terus menggunung. Permasalahannya, beban bunga utang yang harus ditanggung pemerintah semakin mencekik APBN. Ujung-ujungnya pemerintah harus utang lagi dan lagi. Atau menggenjot pajak yang memberatkan rakyat atau pengurangan subsidi. “Jadi untuk bayar utang tidak mampu, kecuali cari pinjaman lagi. Jadi pinjam untuk bayar bunga,” ujar Faisal.

Lalu, deindustrialisasi juga masih berlangsung sampai sekarang. Tak ayal, PDB Indonesia semakin rendah. Deindustrialisasi adalah proses kebalikan dari industrialisasi. Dengan kata lain, kontribusi sektor manufaktur alias atau industri pengolahan non migas terhadap PDB menurun. “Padahal industri itu ujung tombak bagi pertumbuhan ekonomi,” tutur Faisal.

Meski begitu, Faisal yang dikenal sebagai pendukung Jokowi ini, mengaku masih beruntung. Lantaran dirinya masih bebas untuk berpikir kritis, berbicara lantang, apa adanya. Di sisa dua tahun ini, dia berharap Jokowi lebih fokus untuk introspeksi.

Perbaiki semua kesalahan mumpung masih ada waktu, Pak.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button