Market

10 Tahun Berlalu, Investor Asing tak Lirik Manufaktur Indonesia

Dalam 10 tahun terakhir, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyebut, investasi masuk Indonesia, minim kualitas. Investasi padat karya seperti manufaktur kurang laku.

“Kualitas dari investasi langsung terutama penanaman modal asing (PMA), tren-nya dalam 10 tahun terakhir, menurun. Investasi tercatat banyak masuk ke sektor jasa dan sektor berbasis komoditas. Untuk industri pengolahan atau manufaktur turun. Padahal, sektor itu padat karya,” beber Bhima kepada Inilah.com Jakarta, Senin (9/1/2023).

Bhima mencontohkan investasi asing langsung atau foreign direct investmen (FDI) sejak 2022, terindikasi punya hubungan erat dengan ‘boom’ harga komoditas di pasar global.

“Kemudian, ketika pra pandemi COVID-19, banyak investasi padat modal di sektor teknologi. Memang tidak bisa disalahkan, investor masuk ke teknologi, atau perusahaan startup. Namun, harus diimbangi dengan investasi manufaktur juga,” terang Bhima.

Ke depan, lanjutnya, pemerintah perlu kerja keras untuk meningkatkan kualitas investasi yang masuk. Caranya? “Porsi dari industri pengolahan terhadap investasi baru dan existing, harus dilipat-gandakan. “Industri kan bukan cuma butuh obral insentif pajak. Tetapi juga butuh kemudahan izin, perlindungan terhadap impor barang jadi, akses ke bahan baku, hingga penurunan biaya logistik dan pemberantasan pungli,” ungkapnya.

Tahun 2022, kata Bhima, Incremental Capital Output Ratio (ICOR) mengalami kenaikan menjadi 6,2 persen. Artinya, biaya investasi di Indonesia boros. Semakin tinggi ICOR maka kualitas investasinya semakin jeblok.

“Untuk mendapatkan output produksi yang standar, butuh nilai investasi yang jumbo. Akhirnya investor jadi mengurangi rekrutmen tenaga kerja karena investasi yang dibutuhkan untuk proses produksi terlalu mahal,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button